Semangat Si Anak Kecil
Karya: Taufiq Tandri Feryandha (1164020165)
UIN SGD Bandung
Sore itu memang terlihat agak mendung, namun semangat Yani terlihat
sangat luarbiasa. Dia sudah terbiasa pergi ke masjid pada sore hari terkecuali
hari minggu, meskipun badannya sudah lelah dengan aktivitas lain di waktu
siang, namun Yani tetap merasa gembira dengan menjalani aktivitas setelah nya.
“bu aku pergi ke masjid dulu yah..” kata Yani
“tapi ini mendung sayang takut hujan..” ibunya menjawab
“gapapa bu, kan aku bisa bawa payung biar tidak kehujanan.” Sahut
Yani
Anak kecil yang luar biasa,
tidak nampak rasa lelah yang terpampang pada raut wajahnya. Seakan rasa lelah
sudah hilang ketika menginjakkan kakinya di rumah dan bertemu dengan orang yang
tak pernah lelah mencintainya. Apa yang dia rasakan? Gembirakah? Atau Lelah?
Yang pasti dengan adanya rasa ingin selalu berbuat baik maka rasa gembira dan
semngatlah yang ada pada dirinya. Perbedaan yang jelas – jelas nampak telah
tejadi pada diri anak ini, mungkin anak seusianya tidak mengenal bagaimana
asyiknya main dimasjid? Yang anak-anak sekarang tahu adalah ramainya main game
di gadget yang super canggih pada saat ini. Ironi memang ketika anak-anak
seusia Yani tidak sesadar Yani sendiri.
“Ainiii…” kata Yani ketika mengajak temannya.
“iyaa,, tunggu sebentar..” sahut Aini “ada apa??” tambahnya
“ayo kita ke masjid bareng”
“ayoo, sebentar yahh aku siap-siap duluu” Aini membalas dengan
sangat tertarik.
“Ayoo berngkat” kata Aini
Dua anak-anak yang memiliki hubungan erat, entah itu karena suatu
persahabatan, atau memang hanya sebatas ikut-ikutan? Yang pasti keduanya sudah
sadar bagaimana serunya mengaji di masjid. Lalu bagaimanakah kita yang sudah
terlanjur lebih tua dari mereka? Apakah lebih baik? Atau bahkan lebih hina dari
pada mereka? Ini yang menentukan diri kita sendiri, jangan sampai mempelajari
nilai-milai agama hanya sampai tingkatan SD saja selanjutnya lepas tanggung
jawab dari mempelajari nilai-nilai agama. Tentu ini harus menjadi dawam bagi
kita generasi yang sudah menuju dewasa.
Tersugkur malu harusnya ketika melihat dua orang anak yang
melangkahkan kaki mungil nya menuju masjid. Bukan malah ketawa-ketiwi di
pinggir jalan, seharusnya ikut menuju masjid. Kan tidak ada salahnya ketika
harus berjalan menuju masjid. Jangan hanya ketika hari jum’at saja pergi ke
masjid, untuk hari-hari selanjutnya malas-malasan bahkan mungkin sholat pun
jarang. Harusnya sadar, masa anak sekecil itu mampu pergi ke masjid kok kita
yang katanya sudah dewasa tapi tingkat kedewasaan nya masih kurang. Ini sudah
menjadi masalah bersama bukan masalah individu.
Tinggalkan sejenak kehidupan orang yang akan menginjak dewasa. Yani
dan Aini segera bergegas menuju masjid, keduanya berjalan sambil tertawa.
Layaknya orang yang tidak mempunyai masalah sedikitpun. Mereka membicarakan
segala hal karena mereka kebetulan satu sekolah di SD nya. Di tambah mereka
sudah bertetangga cukup lama artinya sangat wajar ketika Yani dan Aini sudah
akrab semenjak dulunyaa. Ini yang menjadi penting, selain menjaga hubungan baik
dengan sang maha kuasa menjaga hubungan baik dengan sesame itu penting. Karena
pada dasarnya bersilaturahim itu bukan
malah memendekkan umur namun sebaliknya yaitu menjangkan jatah umur.
Tidak hanya itu bersilaturahim juga memanjangkan rezeki. Begitu spesialnya
dimata Allah orang yang selalu bersilaturahim. Apalagi Yani dan Aini sudah di
pupuk rasa peduli terhadap sesamanya semenjak dini.
Sambil berjalan mereka mengajak temannya untuk bergabung melakukan
pengajian bersama Yani dan Aini di masjid. Setelah beberapa langkah berjalan
dari rumah Aini, mereka pun mengajak satu temnnya lagi yaitu Syifa.
“syifaaaa..” mereka berdua mengajak bersamaan.
“iya ada apa…” syifa keluar sambil mengucek matanya sendiri.
“kamu baru bangun yahh??” kata Yani.
“iya nihhh, sebentar yahh aku ke WC dulu”.. sahut Syifa.
“okee”.. mereka menjawab
Setelah beberapa saat kemudian akhirnya Syifa pun selesai.
“ayoo kita berangkat teman-teman”..
“ayoo”,,,
Mereka bertiga berjalan lagi sambil bersenda gurau karena sudah
menambah satu pasukan lagi yaitu Syifa. Anak-anak yang sangat solid karena
mereka ingat dengan temannya. Tidak lupa kepada temannya, bahkan mengajak
kepada kebaikan pun mereka bersama-sama. Sangat hebat orang tua yang sudah
mendidik anak-anak ini, karena dengan sentuhan kasih sayang orang tua mereka
bertiga akhirnya terbentuklah karakter anak yang sholehah. Hal ini di anggap
penting karena pengaruh pengajaran orang tua kepada anak-anaknya sangat
berimbas kepada kepribadian anak itu. Buktinya ketiga putri ini yang rela
mengorbankan waktu mainnya hanya untuk mengaji di masjid. Hal yang jarang
terjadi pada anak-anak seusianya.
Ketika mereka sampai di masjid, betapa terkejutnya mereka karena
kedua temnnya yang lain tengah menunggu kehadiran mereka di masjid. Mereka
adalah Marsha dan sena. Kedua teman ini juga adalah teman satu sekolah nya
Yani, Aini dan Syifa. Akhirnya mereka berlima berkumpul dan tertawa bareng di
selasar masjid sambil menunggu para jama’ah dateng.
Namun setelah beberapa saat marbot masjid memanggil kelima anak
kecil tersebut, “anak-anak kemari sebentar, tolong kalian ngaji dulu aja yahh,
gapapa bacaan juz amma aja. Sambil nunggu ustad nya belum dateng”. Ujar sang
marbot masjid.
Kelima anak perempuan ini sangat luar biasa tertarik, mereka
langsung berlomba masuk menuju masjid dan mengambil mikrofon yang akan di pakai
untuk pengajian. Langsung mereka membaca juz amma secara bergantian di mulai
dari Yani. Pemandangan langka terjadi ketika anak kelas 2 SD sudah bisa membaca
bahkan sampai hafal surat-surat yang ada di juz amma. Kalau di bandingkan
dengan anak-anak seusianya bisa jadi ada yang belum bisa membaca Al-Quran,
apalagi dalam hal menghapalnya. Ini juga menjadi bahan introspeksi bagi para
orang yang sudah mau menginjak dewasa atau hanya sebatas remaja. Apakah sudah
lancar membaca Al-Qurannya ? Jika sudah, sudah berapakali khatam Al-Quran? Jika
belum, mengapa bisa belum lancar? Padahal jika dilihat dari segi umur jelas
sangat jauh berbeda, seharusnya remaja dan orang dewasa lah yang lebih pandai
dalam mebaca Al-Quran karena dari segi umur sudah lebih berpengalaman, namun
itu semua kembali lagi kepada pribadinya masing-masing dan kembali lagi pada
ajaran yang di terapkan orang tua atau bisa jadi lingkungan yang tidak
mendukung si anak untuk belajar agama.
Selama membaca, kegembiraan muncul di raut muka mereka berlima.
Entah apa yang membuat mereka sedemikian bahagianya. Yang terpenting bagi
anak-anak adalah tertawa, tertawa dan terus tertawa. sampai-sampai ada yang
mengatakan bahwa tertawalah sebelum tertawa itu dilarang. Karena itu memang
benar, selama ada kesempatan untuk tertawa buatlah itu terjadi. Karena tertawa
memiliki peran aktif dalam hal merecovery sel sel kebahagiaan dalam otak
manusia.
Setelah membaca sang marbot mengintruksikan untuk di cukupkan
membaca Al-Quran nya, karena ustad yang di tunggu sudah datang ke tempat
pengajian. Terlihat murung wajah mereka berlima karena mungkin mereka masih
betah untuk melantunkan ayat-ayat suci ilahi.
Tidak lama berselang marbot masjid mempersilahkan ustad untuk
melakukan khutbah pengajian rutin nya. Dan anak-anak yang lima ini
memperhatikan bagaimana dan apa yang di sampaikan oleh ustad yang mengisi
materi pada saat itu. Mereka berlima sangat fokus terhadap apa yang
disampaikan oleh ustad. Bahkan mereka
ini termasuk jama’ah yang paling muda di antara jama’ah yang lain.
Selepas pengajian mereka di panggil lagi oleh marbot masjid,
“anak-anak coba kamari sebentar !!” “iya pa ada apa yahh?” serentak menjawab.
“mau ngga kalau setiap ada pengajian kalian semua baca Quran dulu 10 menit aja
deh, gimana?” ujar sang marbot masjid. “boleh saja pa kita akan senang jika
bapa berkenan kami untuk melantunkan ayat-ayat Allah SWT.” Syifa menjawab
“Baiklah kakau begitu nanti bakalan ada lagi pengajian mingguan,
mudah-mudahan adek siap yahh”. Kata marbot Masjid. “baikk pak !!!” Ujar
anak-anak secara bersamaan.
Dan akhirnya mereka pun pulang bersama-sama karena waktu sudah
mulai maghrib jadi mereka khawatir untuk pulang sendiri. Ketika mereka sampai
di rumahnya masing-masing mereka menceritakan kepada orang tua nya. Respon
orangtua pun harus baik ketika anak berbicara tentang apa yang ia sukai.
Biografi Singkat Penilus
Taufiq Tandri
Feryandha, Lahir Di Bandung, Tanggal 23 Oktober 1997 di Bandung. Hobbi saya
adalah traveling, karena pada saat saya travelling itu rasa lelah dan penat
yang ada seketika jadi hilang. Saya dulu bersekolah di SD CIptawinaya pada
tahun 2005 sampai 2010, kemudian melanjutkan pendidikannya di MTs Persis 3
pameungpeuk tahun 2010 sampai 2013, selanjutnya di MA Persis 31 Banjaran tahun
2013 sampai 2016. Dan sekarang saya melanjutkan pendidikan di Universitas Islam
Negeri Sunan Gunung Djati Bandung di tahun 2016. Motto hidupnya “semua harus kerja
sama dan sama-sama kerja”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar