Minggu, 07 Januari 2018

Cerpen Dakwah



Semangat Si Anak Kecil
Karya: Taufiq Tandri Feryandha (1164020165)
UIN SGD Bandung

Sore itu memang terlihat agak mendung, namun semangat Yani terlihat sangat luarbiasa. Dia sudah terbiasa pergi ke masjid pada sore hari terkecuali hari minggu, meskipun badannya sudah lelah dengan aktivitas lain di waktu siang, namun Yani tetap merasa gembira dengan menjalani aktivitas setelah nya.
“bu aku pergi ke masjid dulu yah..” kata Yani
“tapi ini mendung sayang takut hujan..” ibunya menjawab
“gapapa bu, kan aku bisa bawa payung biar tidak kehujanan.” Sahut Yani
 Anak kecil yang luar biasa, tidak nampak rasa lelah yang terpampang pada raut wajahnya. Seakan rasa lelah sudah hilang ketika menginjakkan kakinya di rumah dan bertemu dengan orang yang tak pernah lelah mencintainya. Apa yang dia rasakan? Gembirakah? Atau Lelah? Yang pasti dengan adanya rasa ingin selalu berbuat baik maka rasa gembira dan semngatlah yang ada pada dirinya. Perbedaan yang jelas – jelas nampak telah tejadi pada diri anak ini, mungkin anak seusianya tidak mengenal bagaimana asyiknya main dimasjid? Yang anak-anak sekarang tahu adalah ramainya main game di gadget yang super canggih pada saat ini. Ironi memang ketika anak-anak seusia Yani tidak sesadar Yani sendiri.
“Ainiii…” kata Yani ketika mengajak temannya.
“iyaa,, tunggu sebentar..” sahut Aini “ada apa??” tambahnya
“ayo kita ke masjid bareng”
“ayoo, sebentar yahh aku siap-siap duluu” Aini membalas dengan sangat tertarik.
“Ayoo berngkat” kata Aini
Dua anak-anak yang memiliki hubungan erat, entah itu karena suatu persahabatan, atau memang hanya sebatas ikut-ikutan? Yang pasti keduanya sudah sadar bagaimana serunya mengaji di masjid. Lalu bagaimanakah kita yang sudah terlanjur lebih tua dari mereka? Apakah lebih baik? Atau bahkan lebih hina dari pada mereka? Ini yang menentukan diri kita sendiri, jangan sampai mempelajari nilai-milai agama hanya sampai tingkatan SD saja selanjutnya lepas tanggung jawab dari mempelajari nilai-nilai agama. Tentu ini harus menjadi dawam bagi kita generasi yang sudah menuju dewasa.
Tersugkur malu harusnya ketika melihat dua orang anak yang melangkahkan kaki mungil nya menuju masjid. Bukan malah ketawa-ketiwi di pinggir jalan, seharusnya ikut menuju masjid. Kan tidak ada salahnya ketika harus berjalan menuju masjid. Jangan hanya ketika hari jum’at saja pergi ke masjid, untuk hari-hari selanjutnya malas-malasan bahkan mungkin sholat pun jarang. Harusnya sadar, masa anak sekecil itu mampu pergi ke masjid kok kita yang katanya sudah dewasa tapi tingkat kedewasaan nya masih kurang. Ini sudah menjadi masalah bersama bukan masalah individu.
Tinggalkan sejenak kehidupan orang yang akan menginjak dewasa. Yani dan Aini segera bergegas menuju masjid, keduanya berjalan sambil tertawa. Layaknya orang yang tidak mempunyai masalah sedikitpun. Mereka membicarakan segala hal karena mereka kebetulan satu sekolah di SD nya. Di tambah mereka sudah bertetangga cukup lama artinya sangat wajar ketika Yani dan Aini sudah akrab semenjak dulunyaa. Ini yang menjadi penting, selain menjaga hubungan baik dengan sang maha kuasa menjaga hubungan baik dengan sesame itu penting. Karena pada dasarnya bersilaturahim itu bukan  malah memendekkan umur namun sebaliknya yaitu menjangkan jatah umur. Tidak hanya itu bersilaturahim juga memanjangkan rezeki. Begitu spesialnya dimata Allah orang yang selalu bersilaturahim. Apalagi Yani dan Aini sudah di pupuk rasa peduli terhadap sesamanya semenjak dini.
Sambil berjalan mereka mengajak temannya untuk bergabung melakukan pengajian bersama Yani dan Aini di masjid. Setelah beberapa langkah berjalan dari rumah Aini, mereka pun mengajak satu temnnya lagi yaitu Syifa.
“syifaaaa..” mereka berdua mengajak bersamaan.
“iya ada apa…” syifa keluar sambil mengucek matanya sendiri.
“kamu baru bangun yahh??” kata Yani.
“iya nihhh, sebentar yahh aku ke WC dulu”.. sahut Syifa.
“okee”.. mereka menjawab
Setelah beberapa saat kemudian akhirnya Syifa pun selesai.
“ayoo kita berangkat teman-teman”..
“ayoo”,,,
Mereka bertiga berjalan lagi sambil bersenda gurau karena sudah menambah satu pasukan lagi yaitu Syifa. Anak-anak yang sangat solid karena mereka ingat dengan temannya. Tidak lupa kepada temannya, bahkan mengajak kepada kebaikan pun mereka bersama-sama. Sangat hebat orang tua yang sudah mendidik anak-anak ini, karena dengan sentuhan kasih sayang orang tua mereka bertiga akhirnya terbentuklah karakter anak yang sholehah. Hal ini di anggap penting karena pengaruh pengajaran orang tua kepada anak-anaknya sangat berimbas kepada kepribadian anak itu. Buktinya ketiga putri ini yang rela mengorbankan waktu mainnya hanya untuk mengaji di masjid. Hal yang jarang terjadi pada anak-anak seusianya.
Ketika mereka sampai di masjid, betapa terkejutnya mereka karena kedua temnnya yang lain tengah menunggu kehadiran mereka di masjid. Mereka adalah Marsha dan sena. Kedua teman ini juga adalah teman satu sekolah nya Yani, Aini dan Syifa. Akhirnya mereka berlima berkumpul dan tertawa bareng di selasar masjid sambil menunggu para jama’ah dateng.
Namun setelah beberapa saat marbot masjid memanggil kelima anak kecil tersebut, “anak-anak kemari sebentar, tolong kalian ngaji dulu aja yahh, gapapa bacaan juz amma aja. Sambil nunggu ustad nya belum dateng”. Ujar sang marbot masjid.
Kelima anak perempuan ini sangat luar biasa tertarik, mereka langsung berlomba masuk menuju masjid dan mengambil mikrofon yang akan di pakai untuk pengajian. Langsung mereka membaca juz amma secara bergantian di mulai dari Yani. Pemandangan langka terjadi ketika anak kelas 2 SD sudah bisa membaca bahkan sampai hafal surat-surat yang ada di juz amma. Kalau di bandingkan dengan anak-anak seusianya bisa jadi ada yang belum bisa membaca Al-Quran, apalagi dalam hal menghapalnya. Ini juga menjadi bahan introspeksi bagi para orang yang sudah mau menginjak dewasa atau hanya sebatas remaja. Apakah sudah lancar membaca Al-Qurannya ? Jika sudah, sudah berapakali khatam Al-Quran? Jika belum, mengapa bisa belum lancar? Padahal jika dilihat dari segi umur jelas sangat jauh berbeda, seharusnya remaja dan orang dewasa lah yang lebih pandai dalam mebaca Al-Quran karena dari segi umur sudah lebih berpengalaman, namun itu semua kembali lagi kepada pribadinya masing-masing dan kembali lagi pada ajaran yang di terapkan orang tua atau bisa jadi lingkungan yang tidak mendukung si anak untuk belajar agama.
Selama membaca, kegembiraan muncul di raut muka mereka berlima. Entah apa yang membuat mereka sedemikian bahagianya. Yang terpenting bagi anak-anak adalah tertawa, tertawa dan terus tertawa. sampai-sampai ada yang mengatakan bahwa tertawalah sebelum tertawa itu dilarang. Karena itu memang benar, selama ada kesempatan untuk tertawa buatlah itu terjadi. Karena tertawa memiliki peran aktif dalam hal merecovery sel sel kebahagiaan dalam otak manusia.
Setelah membaca sang marbot mengintruksikan untuk di cukupkan membaca Al-Quran nya, karena ustad yang di tunggu sudah datang ke tempat pengajian. Terlihat murung wajah mereka berlima karena mungkin mereka masih betah untuk melantunkan ayat-ayat suci ilahi.
Tidak lama berselang marbot masjid mempersilahkan ustad untuk melakukan khutbah pengajian rutin nya. Dan anak-anak yang lima ini memperhatikan bagaimana dan apa yang di sampaikan oleh ustad yang mengisi materi pada saat itu. Mereka berlima sangat fokus terhadap apa yang disampaikan  oleh ustad. Bahkan mereka ini termasuk jama’ah yang paling muda di antara jama’ah yang lain.
Selepas pengajian mereka di panggil lagi oleh marbot masjid, “anak-anak coba kamari sebentar !!” “iya pa ada apa yahh?” serentak menjawab. “mau ngga kalau setiap ada pengajian kalian semua baca Quran dulu 10 menit aja deh, gimana?” ujar sang marbot masjid. “boleh saja pa kita akan senang jika bapa berkenan kami untuk melantunkan ayat-ayat Allah SWT.” Syifa menjawab
“Baiklah kakau begitu nanti bakalan ada lagi pengajian mingguan, mudah-mudahan adek siap yahh”. Kata marbot Masjid. “baikk pak !!!” Ujar anak-anak secara bersamaan.
Dan akhirnya mereka pun pulang bersama-sama karena waktu sudah mulai maghrib jadi mereka khawatir untuk pulang sendiri. Ketika mereka sampai di rumahnya masing-masing mereka menceritakan kepada orang tua nya. Respon orangtua pun harus baik ketika anak berbicara tentang apa yang ia sukai.



Biografi Singkat Penilus
Description: E:\File nu Tandri\Data Hape TANDRI\WhatsApp Images\Sent\IMG-20170418-WA0008.jpgTaufiq Tandri Feryandha, Lahir Di Bandung, Tanggal 23 Oktober 1997 di Bandung. Hobbi saya adalah traveling, karena pada saat saya travelling itu rasa lelah dan penat yang ada seketika jadi hilang. Saya dulu bersekolah di SD CIptawinaya pada tahun 2005 sampai 2010, kemudian melanjutkan pendidikannya di MTs Persis 3 pameungpeuk tahun 2010 sampai 2013, selanjutnya di MA Persis 31 Banjaran tahun 2013 sampai 2016. Dan sekarang saya melanjutkan pendidikan di Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung di tahun 2016. Motto hidupnya “semua harus kerja sama dan sama-sama kerja”.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sejarah Berdirinya Mesjid Ath - Thayyibah

Dok. Masjid Ath – Thayyibah Sejarah Berdirinya Mesjid Ath - Thayyibah Dakwahpos.com, Bandung- Masjid merupakan bagian yan...